MELAKSANAKAN IBADAH HARUS ATAS DASAR PERINTAH
Catatan Kecil Pengajian Tafsir Al Qur'an Bulan Ramadhan hari Ahad (19/06/16) Ba'da Shubuh
Oleh:
KH. M. Sya’roni Ahmadi Kudus
[Surat
Al-Baqarah 142]
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ
عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (142)
Orang-orang
yang kurang akalnya diantara
manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari
kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?"
Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".
Kiblat umat Islam ketika shalat adalah Ka’bah, Yahudi
sembahyangnya menghadap Baitul Muqaddas, kiblat umat Nasrani adalah menghadap mathla’
asy syams (terbitnya matahari).
Nabi Muhammad SAW pernah berharap kiblat umat Islam
dipindah Baitul Muqaddas agar Yahudi tertarik untuk masuk Islam dan harapan ini
dikabulkan Allah SWT. Namun ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Nabi
Muhammad justru mendapat ejekan kaum Yahudi. Nabi Muhammad dianggap tidak
konsisten mengikuti agama Nabi Ibrahim, karena Nabi Ibrahim kiblatnya adalah
Ka’bah. Kaum Musyrik Makkah juga mencemoohnya. Kenyataan yang tidak sesuai
harapan membuat Nabi Muhammad menyesal. Akhirnya Allah memerintahkan Nabi
Muhammad untuk berkiblat kembali menghadap Ka’bah. Masa umat Islam berkiblat
menghadap Baitul Muqaddas adalah selama 16 atau 17 bulan. Perubahan ini memberi
pengertian bahwa dalam ibadah shalat itu bukanlah
arah Baitul Maqdis dan Ka'bah yang menjadi tujuan, tetapi
ketaatan dan ketundukan kita kepada Allah. Tugas seorang hamba terhadap tuannya adalah mengikuti
segala perintahnya. Sebagaimana Q.S. Adz Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Sehingga pelaksanaan Ibadah harus berdasarkan
perintah, tidak boleh membuat-buat sendiri. Contoh: Puasa Arafah itu sunah
hanya bagi selain jama’ah haji, sehingga para jama’ah haji makruh
melaksanakannya. Puasa Ramadhan wajib bagi selain perempuan haidl dan jika ia
berpuasa justru haram hukumnya. Adapun nanti setelah ia suci maka wajib baginya
mengqadla puasa di luar Ramadlan dan tidak wajib mengqadla shalat. Sebagaimana
ungkapan Aisyah RA:
كُنَّا نَحِيضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَطْهُرُ فَيَأْمُرُنَا بِقَضَاءِ الصَّوْمِ
وَلَا يَأْمُرُنَا بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Kita sedang haidl pada masa Rasulullah SAW laku kami
suci maka beliau memerintah kita mengqadla puasa dan tidak memerintah kita
mengqadla shalat.
Tidak adanya perintah mengqadla shalat hanya bagi
orang yang haidl, sehingga seorang laki-laki yang meninggalkan shalat tetap
wajib mengqadla shalatnya. Nabi Muhammad juga pernah melaksanakan shalat qadla’
karena berhalangan tidak bisa melaksanakan shalat Ashar pada waktunya saat
terjadi perang Khadzaq dimana umat Islam dikepung selama 25 hari dan dihujani
bom manjaniq.
Shalat sunat boleh dilaksanakan tidak menghadap kiblat
ketika naik kendaraan, namun ketika takbiratul ihram tetap menghadap kiblat
baru setelah itu menghadap kea rah tujuan perjalanan. Praktek sholat semacam
ini sering dilakukan Nabi Muhammad dan para shahabat sering mendapatinya.
Shahabat mengetahuinya dari kebiasaan nabi ketika naik kendaraan jika diucapkan
salam kepada beliau maka beliau hanya memberi isyarat.
Yang dikehendaki As Sufaha’ (orang-orang yang kurang akalnya) dalam ayat ini adalah kaum
musyrik Makkah dan kaum Yahudi Madinah.
Di Makkah ada masjid yang bernama Qiblatain (dua
kiblat) yaitu masjid yang digunakan nabi berjama’ah dan di pertengahan shalat
mendapat wahyu perintah untuk mengalihkan kiblat dari Baitul Muqaddas ke Ka’bah
Baitullah.
[Surat
Al-Baqarah 143]
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا
جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ
الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً
إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (143)
Dan
demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Umat Nabi Muhamad besok di hari kiamat akan diminta
kesaksianya tentang siapa yang benar antara para nabi dan kaumnya. Nabi
Muhammad juga akan memberikan kesaksian tentang kebenaran kesaksian umatnya.
Nabi Muhammad SAW saat membaca ayat ini menangis
membayangkan bagaimana nanti di hari kiamat memberikan kesaksian kepada seluruh
manusia mulai zaman nabi Adam sampai kiamat.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنْكَرِ
Kalian semua (umat Muhammad) adalah umat terbaik yang
datang pada manusia, memerintah kebaikan dan melarang kemungkaran.
Semoga bisa diterima dan bermanfaat bagi sesama!
FB: Abi Nala Wa Bimbim
No comments:
Post a Comment