Ramadhan telah berlalu
meninggalkan kita, begitu juga Syawwal akan segera berlalu. Semoga kita
termasuk hamba-hamba Allah yang telah memanfaatkan kehadiran bulan-bulan
tersebut dengan maksimal. Sehingga yang ada saat ini adalah rasa bahagia atas
meningkatnya kualitas diri dan semangat baru untuk menata diri di bulan-bulan
berikutnya. Karena hanya orang-orang yang beriman lah yang mampu memanfaatkan
waktunya dengan penuh manfaat dan jauh dari kesia-siaan.
Syawwal akan berlalu, kini kita akan memasuki bulan Dzulqa’dah. Bulan Dzulqa’dah
adalah bulan antara (ditengah) Syawal dan dzul Hijjah kata orang jawa antara
syawal dan besar sehingga orang jawa menyebutnya dengan sebutan Apit. Ada juga yang menyebut bulan Kapit yang secara bahasa kapit berasal dari kata hafidz yang dalam bahasa arab
berarti menjaga atau memelihara. Yang dimaksud di sini adalah menjaga atau memelihara kesucian bulan ini
dari peperangan atau larangan lainnya. Karena di dalam alQur’an Kapit atau dzulqa’dah
termasuk as Syahrul Haram, bulan suci dan mulia, selain dari rajab, dzulhijah,
dan muharram. Namun orang Jawa biasa menyebut kata hafidz dengan sebutan kapit.
Di sebagian daerah orang jawa juga menyebut dengan bulan Selo (kesesel barang
olo atau kemasukan barang yang jelek).
Bulan Dzul
Qo’dah yang biasa disebut orang jawa dengan sebutan bulan Selo ini, bukanlah
bulan yang penuh dengan bencana (olo dalam bahasa jawa) tapi bulan penuh
barokah, penuh dengan semangat untuk berbuat baik, sebab ada larangan khusus
(QS. At-Taubah 36) untuk tidak berbuat dholim selama bulan-bulan mulia,
termasuk pada bulan Dzul Qo’dah ini.
Kepercayaan
orang jawa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemaknaan bulan Dzul Qo’dah yang
diartikan dengan bulan Selo yang diterjemahkan dengan bulan seselane olo (kejelekan).
Padahal bulan selo itu ada kesalahan ucapan bila dikonotasikan dengan arti kata
Qa’dah yang berasal dari kata Qa’ada yang artinya duduk, maka yang tepat adalah
bulan Sila (duduk bersila, seperti kebiasaan orang yang berdzikir).
Bulan Dzul Qo’dah termasuk
salah satu dari 4 bulan yang dimuliakan oleh Allah:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي
كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah
ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya empat bulan yang mulia.” (Q.S. At Tawbah:36)
عَنْ
أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ
اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Dari Abu Bakrah RA dari Nabi
Muhammad SAW beliau bersabda: “Sesungguhnya zaman telah berputar seperti
keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat
dua belas bulan. Empa di antaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari
bulan itu jatuh secara berurutan, yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.
Sedangkan Rajab (yang disebut juga syahrul mudhar) terletak di antara jumada
dan sya’ban.”
Terdapat riwayat dari beberapa
ulama Salaf bahwa mereka suka menunaikan umrah pada bulan Dzul Qa’dah. [Lathaa-iful
Ma’aarif hal. 456] Akan tetapi, ini tidak menunjukkan bahwa umrah di bulan
Dzul Qa’dah lebih utama dari pada umrah di bulan Ramadhan. Karena telah jelas dalil-dalil tentang
besarnya keutamaan umrah di bulan Ramadhan sebagaimana yang telah dijelaskan. [lihat
juga Zaadul Ma’aad II/95-96]
Di antara
keistimewaan lain dari bulan Dzul Qa’dah, bahwa Allah SWT berjanji kepada Nabi
Musa AS untuk berbicara dengannya selama tiga puluh malam di bulan Dzul Qa’dah,
ditambah sepuluh malam di bulan Dzul Hijjah berdasarkan pendapat mayoritas para
ahli tafsir. [Tafsir Ibni Katsir II/244] Sebagaimana firman Allah SWT:
وَوَاعَدْنَا
مُوسَىٰ ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ
“Dan telah
Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh
malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi)…” (Qs.
al-A’raaf: 142)
Disebutkan dalam kitab “An-Nashaihud
Diniyyah” karangan Al-Habib Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad bahwasanya
:
1.
Puasa 1 hari di bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah, pahalanya
setara dengan puasa 30 hari di luar bulan-bulan mulia. Dan puasa 1 hari di
bulan Ramadhan setara dengan puasa 30 hari di bulan yang dimuliakan oleh Allah.
2.
Barangsiapa puasa 3 hari berturut-turut (kamis, jumat dan sabtu)
di bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah, maka Allah akan menjauhkan orang
tersebut dari siksa api neraka.
(Santri Abadi PP. MUS-YQ)
No comments:
Post a Comment