Sunday, July 31, 2016

MENCARI MAKNA DAN BERKAH BULAN APIT, KAPIT, SELO ATAU DZUL QA’DAH

Views :


Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita, begitu juga Syawwal akan segera berlalu. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang telah memanfaatkan kehadiran bulan-bulan tersebut dengan maksimal. Sehingga yang ada saat ini adalah rasa bahagia atas meningkatnya kualitas diri dan semangat baru untuk menata diri di bulan-bulan berikutnya. Karena hanya orang-orang yang beriman lah yang mampu memanfaatkan waktunya dengan penuh manfaat dan jauh dari kesia-siaan.
Syawwal akan berlalu, kini kita akan memasuki bulan Dzulqa’dah. Bulan Dzulqa’dah adalah bulan antara (ditengah) Syawal dan dzul Hijjah kata orang jawa antara syawal dan besar sehingga orang jawa menyebutnya dengan sebutan Apit. Ada juga yang menyebut bulan Kapit yang secara bahasa kapit berasal dari kata hafidz yang dalam bahasa arab berarti menjaga atau memelihara. Yang dimaksud di sini adalah menjaga atau memelihara kesucian bulan ini dari peperangan atau larangan lainnya. Karena di dalam alQur’an Kapit atau dzulqa’dah termasuk as Syahrul Haram, bulan suci dan mulia, selain dari rajab, dzulhijah, dan muharram. Namun orang Jawa biasa menyebut kata hafidz dengan sebutan kapit. Di sebagian daerah orang jawa juga menyebut dengan bulan Selo (kesesel barang olo atau kemasukan barang yang jelek).
Bulan Dzul Qo’dah yang biasa disebut orang jawa dengan sebutan bulan Selo ini, bukanlah bulan yang penuh dengan bencana (olo dalam bahasa jawa) tapi bulan penuh barokah, penuh dengan semangat untuk berbuat baik, sebab ada larangan khusus (QS. At-Taubah 36) untuk tidak berbuat dholim selama bulan-bulan mulia, termasuk pada bulan Dzul Qo’dah ini.
Kepercayaan orang jawa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemaknaan bulan Dzul Qo’dah yang diartikan dengan bulan Selo yang diterjemahkan dengan bulan seselane olo (kejelekan). Padahal bulan selo itu ada kesalahan ucapan bila dikonotasikan dengan arti kata Qa’dah yang berasal dari kata Qa’ada yang artinya duduk, maka yang tepat adalah bulan Sila (duduk bersila, seperti kebiasaan orang yang berdzikir).
Bulan Dzul Qo’dah termasuk salah satu dari 4 bulan yang dimuliakan oleh Allah:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan yang mulia.” (Q.S. At Tawbah:36)
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Dari Abu Bakrah RA dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: “Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empa di antaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari bulan itu jatuh secara berurutan, yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga syahrul mudhar) terletak di antara jumada dan sya’ban.”
Terdapat riwayat dari beberapa ulama Salaf bahwa mereka suka menunaikan umrah pada bulan Dzul Qa’dah. [Lathaa-iful Ma’aarif hal. 456] Akan tetapi, ini tidak menunjukkan bahwa umrah di bulan Dzul Qa’dah lebih utama dari pada umrah di bulan Ramadhan. Karena telah jelas dalil-dalil tentang besarnya keutamaan umrah di bulan Ramadhan sebagaimana yang telah dijelaskan. [lihat juga Zaadul Ma’aad II/95-96]
Di antara keistimewaan lain dari bulan Dzul Qa’dah, bahwa Allah SWT berjanji kepada Nabi Musa AS untuk berbicara dengannya selama tiga puluh malam di bulan Dzul Qa’dah, ditambah sepuluh malam di bulan Dzul Hijjah berdasarkan pendapat mayoritas para ahli tafsir. [Tafsir Ibni Katsir II/244] Sebagaimana firman Allah SWT:
وَوَاعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ‌
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi)…” (Qs. al-A’raaf: 142)
Disebutkan dalam kitab “An-Nashaihud Diniyyah” karangan Al-Habib Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad bahwasanya :
1.      Puasa 1 hari di bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah, pahalanya setara dengan puasa 30 hari di luar bulan-bulan mulia. Dan puasa 1 hari di bulan Ramadhan setara dengan puasa 30 hari di bulan yang dimuliakan oleh Allah.
2.      Barangsiapa puasa 3 hari berturut-turut (kamis, jumat dan sabtu) di bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah, maka Allah akan menjauhkan orang tersebut dari siksa api neraka.

(Santri Abadi PP. MUS-YQ)

No comments:

Post a Comment