Karya:
Syaikh Hasan bin Muhammad Al Masysyath
Dikaji
oleh Ustadz Abu Nala
---<<<<>>>---
Senin, 3
Ramadlan 1438 H Menjelang Berbuka Puasa
---<<<<>>>---
Tentang Kewajiban
Puasa Ramadlan
Allah
Subhanahu Wata’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
_________________________________________
Ayat di atas
menjelaskan kewajiban menjalankan puasa tidak hanya berlaku terhadap umat Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alyhi Wasallam tapi umat sebelumnya juga
berkewajiban menjalankan puasa meskipun waktunya yang berbeda agar bisa menjadi
teladan sehingga berupaya untuk lebih bisa menyempurnakan ibadah puasa
dibanding yang dilakukan umat sebelumnya. Allah Subhaanahu Wata’ala
berfirman:
لِكُلٍّ
جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ [المائدة:
48]
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat
sebelumnya), Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan.”
Ibadah puasa bertujuan untuk membentuk pribadi yang bertaqwa,
karena puasa dapat mengalahkan sumber maksiat yaitu syahwat . (Pengkaji)
_________________________________________
أَيَّامًا
مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ
خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(184)
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa
diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang (tidak) mampu menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.”
_________________________________________
Yang dikehendaki “dalam beberapa hari yang tertentu” adalah
hari-hari yang maklum di bulan Ramadlan baik hitungan 29 atau 30 hari, tidak
tiap hari dalam tiap bulan agar tidak berat dalam menjalankannya. Pada awal permulaan datangnya Islam, umat Islam
berpuasa 3 hari tiap bulan, kemudian perintah ini dinaskh (diganti)
hukumnya dengan kewajiban puasa Ramadlan.
Bagi orang yang sedang sakit berat atau sedang
perjalanan jauh menempuh jarak diperbolehkan qashr (masafat al qashr)
diperbolehkan tidak puasa dan wajib menggantinya pada hari lain di luar bulan
Ramadlan.
Masafat al Qashr menurut beberapa ulama:
Menurut Kyai Ma’shum Kuwaron Jombang 96 KM
Menurut Kyai Turaichan Adjhuri ahli Falak Kudus
92,5 KM
Menurut Kyai Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah
93,5 KM
Al Qur’an mempunyai 3 Qira’ah: Qira’ah Sab’ah,
Qira’ah’Asyrah, Qira’ah Syadzdzah. Dalam Qira’ah Syadzdzah bacaan
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ “Wa ‘alalladzina Yuthiqunahu” yang artinya
“dan bagi orang-orang yang mampu menjalankannya” dibaca وَعَلَى
الَّذِينَ يُطَيَّقُوْنَهُ “Wa
‘alalladzina Yuthayyaqunahu” yang artinya: “Dan bagi orang-orang yang
dikuat-kuatkan berpuasa” Kalimat dikuat-kuatkan itu berarti tidak mampu
berpuasa. Kemudian digunakan untuk menafsiri ayat ini dengan menambahkan “La” (tidak)
sebagaimana disebutkan dalam tafsir Jalalain (وَعَلَى الذين) لا (يُطِيقُونَه) yang artinya
“bagi orang-orang yang (tidak) mampu menjalankannya” agar mudah difahami.
Bagi yang tidak mampu berpuasa diwajibkan baginya
membayar fidyah 1 mud tiap satu hari yang ditinggalkan. Ukuran 1 Mud sama
dengan ½ Kg (500 gram). Namun jika dilebihkan dari 1 Mud maka itu lebih baik.
Bagi yang sakit atau sedang dalam perjalanan jauh jika kuat maka lebih baik
puasa.
Ada
pendapat yang menyatakan tidak adanya pentaqdiran kalimat “La” karena
umat Islam yang mampu berpuasa pada awal datangnya Islam diperbolehkan memilih
antara berpuasa atau membayar fidyah kemudian dinasakh perintah berpuasa saja
dengan ayat setelahnya:
فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu,” (Pengkaji)
_________________________________________
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى
وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا
أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ
عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.”
_________________________________________
Bulan Ramadlan adalah bulan diturunkan Al
Qur’an dari Lauh al Mahfudh menuju langit dunia pada Lailatul Qadr.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
إِنَّا
أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ [القدر: 1]
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan “
Ayat ini menyatakan kewajiban puasa bagi
yang hadir (tidak bepergian) di bulan Ramadlan. Penjelasan rukhshah
(keringanan) bagi yang sakit dan bepergian jauh diulang kembali dalam ayat ini
agar tidak terkesan masuk dalam keumuman naskh kewajiban puasa bagi orang
yang mampu berpuasa. Rukhshah (keringanan) bagi yang sakit dan bepergian
adalah kemudahan dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Hendaknya puasa Ramadlan disempurnakan
sebulan penuh kemudian menyerukan takbir di bulan Syawal ketika sudah
menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hukum membaca takbir
adalah sunah. Takbir ada 2:
Takbir muqayyad yaitu takbir yg
mengikuti shalat, dibaca setelah melaksanakan shalat baik fardu maupun sunnah.
Takbir mursal adalah takbir yang
tidak mengikuti shalat. Takbir mursal disunahkan bagi laki-laki maupun
perempuan pada setiap waktu di manapun (jalan, masjid, pasar dan lain-lain)
yang di mulai dari terbenamnya matahari malam ‘Idul Fitri/’Idul Adlha sampai
imam melakukan takbiratul ihram shalat ‘Idul Fitri/’Idul Adlha. Adapun bacaan
takbirnya adalah:
اللهُ
أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أكْبَرُ
اللهُ أكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
اللهُ أكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ
بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآ
اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ اَللَّهُ اَكْبَرُ اَللَّهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
No comments:
Post a Comment